Friday, March 12, 2010

Dulmatin, Jejak Pelarian dan Kejeniusannya



Dalam fotokopi tersebut tercantum bahwa pembuatan KTP dilakukan tanggal 17 Juli tahun 2007 dan akan berakhir tanggal 12 Januari 2012. Sementara itu, statusnya belum menikah. “Setelah menghuni rumah kontrakan, istri yang sering dipanggil ‘Bu Fat’ dan seorang anak perempuan usia dua tahun ikut tinggal bersama Ibrahim,” kata Mawi.Yahya Ibrahim alias Dulmatin selama hampir setahun sejak 18 Mei 2009 hingga 21 Februari 2010 sudah menempati rumah kontrakan di Blok C Nomor 3 Jalan Salak 5 Buaran, Pamulang, Tangerang Selatan. Ia mengontrak dua petak rumah. Satu petak di antaranya ditempati Muhammad Sucho alias Karman. Sementara itu, temannya yang lain, Umar dan Irhasy Adam Marco, menempati dua rumah kontrakan di Gang Madrasah, Jalan Salak 10, Pamulang.
“Ibrahim adalah orang yang ramah dan baik. Setiap kali bertemu, selalu menyapa warga,” kata Ketua RT 04/RW 04 Buaran, Pamulang, Mawi Hartono, Rabu (10/3/2010) di rumahnya. Di buku catatan laporan warga di RT 04/RW 04 tercatat bahwa Ibrahim mendaftar sebagai penduduk di tempat itu pada tanggal 13 Mei 2009 sore.

Pemilik kontrakan yang disewa Ibrahim, Karsana, mengatakan bahwa Ibrahim datang ke rumah untuk mencari kontrakan pada pagi hari. “Saya bilang, kalau mau mengontrak harus melapor kepada RT dan menyerahkan KTP. Ibrahim bersedia melakukan itu. Sore hari, ia langsung datangi Ketua RT dan baru menempati rumah kontrakan lima hari kemudian,” kata Karsana. Mawi membenarkan informasi bahwa Ibrahim yang didampingi dua temannya, Muhammad Sucho dan Umar, melaporkan diri sebagai penghuni kontrakan di rumah milik Karsana.

Menurut Karsana, Ibrahim mengaku bahwa ia dan dua temannya bekerja di sebuah dealer sepeda motor di Ciputat. “Saat mencari kontrakan, rambut Ibrahim diplontos, tidak berkumis, dan tak berjambang serta memakai pakaian anak muda, kaus berwarna putih dan celana jins,” kata Karsana.
Komplotan Dulmatin yang digerebek polisi di Pamulang, tinggal saling berdekatan di kawasan Pamulang. Selain kerap berkunjung ke rumah mantri Fauzi di Gang Asem, Pamulang, mereka juga mengontrak berdekatan di sekitar Kelurahan Pondok Benda, Kecamatan Pamulang. Dari pengakuan warga sekitar, Dulmatin yang mengaku bernama Ibrahim itu, tinggal bersama seorang anak dan istrinya. Ia kemudian pindah dan tidak lagi diketahui warga sekitar delapan bulan sebelum terjadi penyergapan di Warnet Multiplus, Pamulang.

“Dia tinggal di sini ya sekitar delapan bulan. Terus dia pindah, bilangnya mau ke Lampung. Ternyata setelah pengumuman polisi tadi, dia itu ternyata Dulmatin,” kata Sinurat, tetangga Ibrahim, di Jalan Salak 5, Pondok Benda, Pamulang.Tak jauh dari situ, beberapa rekan-rekan Ibrahim, yang diduga Ridwan dan Hasan juga mengontrak di dua kontrakan. Ridwan dan Hasan, diperkirakan merupakan pengontrak di sebuah kontrakan di Gang Madrasah, Jalan Salak, Pamulang. Warga menuturkan, Marko, yang mengontrak di tempat itu, sama dengan Ridwan, teroris yang tewas ditangan Densus 88 Antiteror.

“Memang dia itu yang sering di sini. Dia tinggal bareng perempuan pakai cadar. Kita tahunya itu istrinya,” kata Eka Hutagalung, warga sekitar kontrakan tersebut. Hanya berjarak tak lebih dari 30 meter, beberapa rekan-rekan Dulmatin juga diketahui mengontrak di kontrakan lainnya di Gang Madrasah. “Ada dua. Namanya Rosi dan Rebo. Rebo ini punya anak dan istri,” kata Sulaiman salah satu tetangga di situ. 

Rosi, diketahui warga sering didatangi tamu-tamu yang tak lain adalah Dulmatin dan diduga Ridwan dan Hasan. Mereka kerap saling kunjung-mengunjungi ke kontrakan masing-masing. Sulaiman mengatakan, Yahya Ibrahim alias Dulmatin kerap datang ke rumah Rosi. Ia akhirnya mengetahui dari pengumuman di Mabes Polri bahwa Yahya Ibrahim yang sering datang itu ternyata adalah Dulmatin. “Memang sering ke sini. Kalau datang siang sampai malam kadang-kadang,” terangnya. 

Hampir semua warga dan tetangga di masing-masing kontrakan tersangka teroris itu menaruh curiga akan aktivitas mereka. Penampilan dan aktivitas yang mencurigakan serta sikap yang tertutup dengan warga sekitar membuat warga menduga-duga adanya keterkaitan dengan teroris. “Cuma kita kan ya enggak enak kalau menuduh. Biasanya kalau teroris itu kan cuma liat di televisi. Ya enggak nyangka aja kalau ternyata mereka itu teroris,” terang Sinurat.

Kepolisian telah menangkap sejumlah orang yang terlibat jaringan teroris di beberapa wilayah, baik di Aceh, Jakarta, maupun Jawa Barat. Penangkapan puluhan tersangka terorisme itu setelah aktivitas kelompok terorisme di pegunungan di Aceh diketahui polisi. Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri, Rabu (10/3/2010) di Jakarta, menjelaskan, aktivitas teroris di Aceh diketahui setelah warga mendengar adanya letusan senjata api dan melaporkan kepada intelijen Polda NAD. Diketahui, mereka memulai aktivitas pada 17 Februari 2010 dan pada 22 Februari 2010 polisi melakukan penggerebekan pertama.

Berikut nama-nama tersangka teroris yang berhasil ditangkap:

1. Sapta Adi Robert Bakri alias Ismet Hakiki alias Abu Sidik alias Syailendra alias Abu Mujahid asal Pandeglang. Dia lulusan Mindanau, Filipina, dan terlibat bom Kedubes Australia di Kuningan.

2. Yudi Zulfahri alias Bara asal Perumnas di Darul Imarah, Aceh Besar. Dia perekrut pertama untuk memfasilitasi kelompok ini masuk ke Aceh.

3. Zaki Rahmatullah alias Zainal Mutaqin alias Abu Zaid asal Desa Bungur, Picung, Pandeglang.

4. Maskur Rahmat asal Desa Kuring, Aceh Jaya.
5. Surya alias Abu Semak Belukar asal Aceh.
6. Azzam alias Imanudin asal Aceh.
7. Heru asal Lampung.
8. Muchtar asal Tanah Abang, Jakarta.
9. Agus Wasdianto alias Hasan alias Nasib asal Depok.
10. Deni alias Fariz asal Karawang.
11. Adi Munadi asal Bandung.
12. Laode Hafid alias Adib alias Hafiz alias Abu Hazwh.
13. Sumamen alias Suleh asal Lampung.
14. Adam alias Adi asal Pandeglang, Banten.
15. Sofyan Taushori asal Depok. Dia pernah mendirikan sekolah latihan menembak di Depok beberapa tahun lalu. Dia ikut memasok senjata ke Aceh.
16. Sutrisno asal Jakarta.
17. Tatang asal Jakarta.
18. Abdi asal Jakarta.
19. Iwan Suka Abdullah (tewas).
20. Marzuki alias Tengku (tewas).

Dulmatin, kelahiran Jawa Tengah tahun 1970, adalah tokoh senior dalam kelompok militan Jemaah Islamiyah dan merupakan salah satu teroris paling dicari di Asia Tenggara. Dulmatin sering kali menggunakan nama samaran, antara lain, Amar Usmanan, Joko Pitoyo, Joko Pitono, Abdul Matin, Pitono, Muktamar, Djoko, dan Noval. Namun, beberapa orang sering kali menjulukinya ”genius”.


Sebutan genius itu bukan tanpa alasan. Pria asal Jalan Pemali, Kabupaten Pemalang, ini pernah mendapat latihan di Afganistan pada 1990-2001 dan karena kepandaiannya, ia mendapat ilmu khusus dari Azahari Husin sebagai ahli pembuat bom dan bidang elektronik. Kemampuan merangkai peledak itu membuat ia disebut-sebut berada di balik bom Bali tahun 2002 yang menewaskan 202 orang. Saat bergabung dengan Azahari, Dulmatin disebut sering membantu merakit bom mobil dan rompi peledak.

Dulmatin diyakini pernah bergabung dengan kelompok Abu Sayyaf di Filipina sejak 2003 dan di sana ia mengajari pembuatan peledak. Saat bergabung dengan kelompok tersebut, ia dikabarkan terluka dalam pertempuran dengan tentara pemerintah di Pulau Jolo, Januari 2007. Pada Mei 2007, Dulmatin berhasil lolos dari sergapan di Pulau Simunul, beberapa saat sebelum tentara dan polisi Filipina mengepung lokasi persembunyiannya. Mereka hanya menemukan empat anak yang diduga sebagai anak Dulmatin.

Karena dianggap orang yang berbahaya, Pemerintah Amerika Serikat menawarkan hadiah 10 juta dollar AS bagi mereka yang memberikan informasi mengenai keberadaan Dulmatin. Pada 19 Februari 2008, Pemerintah Filipina mengumumkan bahwa mayat seorang pria yang diyakini sebagai Dulmatin ditemukan di sebuah kuburan di Provinsi Tawi-Tawi. Namun, dalam penggerebekan oleh Detasemen Khusus 88 Polri di Pamulang, Selasa ini (9/3/2010), nama Dulmatin kembali disebut-sebut sebagai salah satu korban tewas. 

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di hadapan parlemen Australia di Canberra, Rabu (10/3/2010), memastikan gembong teroris Dulmatin tewas dalam serbuan polisi di kawasan Pamulang, kemarin siang. Siapakah Dulmatin? Lelaki berusia 40-an tahun ini adalah tokoh senior dalam Jemaah Islamiyah, dan diyakini berperan besar sebagai perencana dalam pengeboman dua tempat hiburan di Bali pada tahun 2002 yang menewaskan 202 orang.

Begitu sentralnya peran Dulmatin, pemerintah AS lantas menawarkan hadiah 10 juta dollar AS bagi siapa pun yang memberikan informasi agar pria itu dapat diringkus. AS meyakini Dulmatin adalah seorang spesialis di bidang elektronik yang pernah mengikuti pelatihan di kamp Al Qaeda, Afganistan. Seusai peledakan bom Bali, Dulmatin dikabarkan lari ke Filipina selatan pada tahun 2003. Diyakini, ia mencari perlindungan dari kelompok pemberontak Islam terbesar di Filipina, Front Pembebasan Islam Moro (MILF).

Namun, setelah ada pembicaraan damai antara Manila dan MILF, dia harus melarikan diri dan kemudian diberi perlindungan oleh sebuah kelompok yang lebih kecil tetapi lebih garang, yaitu Abu Sayyaf. Ini adalah kelompok militan yang berjejaring dengan Al Qaeda di Selatan Pulau Jolo. Pasukan keamanan Filipina mengatakan, Dulmatin membantu melatih pemberontak Muslim lokal untuk merakit bom, dan diyakini berencana untuk menyerang kawasan selatan Filipina. Sementara itu, ia tetap menjaga hubungan dengan Indonesia melalui fasilitas internet.

Dulmatin disebutkan terluka dalam baku tembak antara kelompok separatis Muslim dan tentara Filipina di Jolo. Belakangan, empat anaknya ditemukan di dekat area (baku tembak) itu. Istri Dulmatin kemudian membawa anak-anak itu ke Indonesia. Tahun 2008, pasukan keamanan Filipina menemukan satu jenazah, yang mereka yakini sebagai Dulmatin, tetapi (jenazah) itu tidak pernah dipastikan sebagai Dulmatin.

ENTAH sudah berapa kali Dulmatin dikabarkan tewas di Filipina. Tapi, sejauh ini belum ada bukti yang akurat. Sosok buronan kelas kakap dalam kasus terorisme itu namanya pernah disebut-sebut sebagai pelaku bom Bali. Selama ini Dulmatin memiliki segudang nama atau alias. Misalnya, Amar Usman alias Muktamar alias Djoko Pitono. Namanya makin populer setelah polisi memasukkan Dulmatin dalam daftar pencarian orang (DPO).

Dalam melakukan aksi terorisme, ia berkawan dengan Imam Samudra. Di kalangan para anggota teroris di Indonesia, Dulmatin dikenal sebagai ahli elektronik. Sejak kasus bom Bali tahun 2002, warga Jalan Pemali Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, ini tak jelas keberadaannya. Informasi yang diperoleh dari keluarganya di Pemalang menyebutkan bahwa Dulmatin kemungkinan menetap di Malaysia.

Bahkan, ketika itu ayah tiri Dulmatin, Jazuli Arwan (52), juga tidak tahu persis di mana Djoko Pitono berada. “Terakhir ia pulang sekitar Juni 2001 lalu. Itu pun sebentar lalu pergi lagi. Kabar terakhir katanya ia tinggal di Malaysia bersama istri dan anak-anaknya,” kata Jazuli. Menurutnya, kalaupun ia pulang ke Pemalang, cuma sebentar mampir ke rumah. Itu pun untuk urusan yang tak diketahuinya. Biasanya ia datang sebentar lalu pergi lagi bersama Azam Usman (40), kakaknya. “Mungkin untuk urusan jual beli mobil karena kata kakaknya, Djoko memang berbisnis jual beli mobil bekas,” tambah Jazuli.

Sahabat Dulmatin di Pemalang menuturkan, sepengetahuan dia, Dulmatin sudah lama menjadi warga Afganistan. Beberapa tahun silam sebelum kasus bom Bali, Dulmatin pernah pulang ke rumahnya. Penampilan pria itu agak lain. Jenggotnya rada lebat, seusai dari Afganistan. Djoko Pitono adalah nama kecil Dulmatin alias Amar Usman alias Muktamar. Sejak diduga terlibat dalam kasus bom Bali, sketsa wajahnya bersama lima tersangka lainnya disebar oleh aparat kepolisian di seluruh pelosok Indonesia. Masuknya nama Dulmatin dalam dunia terorisme membuat kaget warga Pemalang. Sebab, selama ini Dulmatin dikenal sebagai pria yang supel, mudah bergaul, dan enak diajak bicara. Setidaknya itu kesan yang dirasakan oleh kawan-kawan semasa sekolah.

Belakangan, pribadinya agak tertutup setelah ia menikah dengan Istiada (34), saudara sepupunya sendiri. Wanita yang selalu menutup seluruh tubuhnya dan hanya bagian matanya yang terbuka konon menyebabkan Djoko menutup diri juga dari pergaulan sekitarnya. Selain itu, Djoko juga merubah namanya menjadi Amar Usman alias Muktamar.

Dulmatin lahir sebagai anak kelima dari enam bersaudara pasangan Masriyati (62) dan Usman Sofi (72). Lelaki berperawakan tinggi dengan warna kulit coklat itu lahir sebagai anak dari keluarga kaya dan pintar, banyak saudaranya yang sukses dalam pendidikan dan bisnis. Kakak-kakaknya ada yang menjadi dokter dan kini tinggal di Jakarta bersama istrinya. Bahkan, istri Djoko juga pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, tetapi tidak diselesaikan karena berselisih paham dalam soal jilbab dengan dosennya.

Terakhir Djoko diketahui berbisnis mobil bekas dan handphone sehingga tidak heran jika ia bisa memiliki rumah yang cukup besar di Jalan Pemali, Pemalang. Dari ayahnya yang sudah lama meninggal, Usman Sofi, ia memiliki cukup banyak warisan berupa sawah. Di kalangan dunia teroris, Dulmatin amat disegani karena kepandaiannya. Ia ahli dalam membuat sirkuit bom berikut detonatornya. 

Bahkan, Dr Azahari, pria yang disebut-sebut sebagai tokoh teroris asal Malaysia dan terbunuh di Batu, Malang, juga kerap memesan sirkuit bom kepada Dulmatin. Tak heran salah satu julukan yang diberikan kepadanya adalah “jenius.” Karena kejeniusannya dalam merakit bom itu dianggap berbahaya bagi kehidupan manusia lain, maka kepalanya dihargai 10 juta dollar AS oleh pemerintah Amerika Serikat. 

Dulmatin, a senior member of Jemaah Islamiah, the armed Southeast Asian Muslim group, has reportedly been killed by Indonesian police. Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia’s president, confirmed about that.. Youtube Jakarta confirms bomb-maker death..


Sumber

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
 

© Bluberry Template Copyright by Blognya Gado-Gado

Template by Blogger Templates | Blog-HowToTricks